Zombie sebenarnya ada, asli, dan ini bukan hoax. Namun tidak seperti yang orang pikirkan pada umumnya. Kita sering melihat atau membaca tokoh zombie di film, kartun, game, dan banyak lagi sebagai sesosok makhluk mirip monster yang awalnya dari manusia yang sudah mati. Ternyata itu tidak benar, inilah penjelasannya, dari seorang doktor lulusan Harvard University...
Zombie sebenarnya awalnya adalah manusia normal seperti kita namun telah diperalat sehingga bisa dikendalikan. Biasanya mereka dijadikan pekerja di perkebunan. Cara membuat mereka menjadi zombie dengan memberikan ramuan yang bersifat merusak otak terutama bagian memori dan kesadaran sehingga orang ini menjadi bingung dan tidak mengerti apa-apa. Setelah itu kita bisa mengendalikannya dengan muda. Terdengar seperti fiksi? Tidak, hal ini benar-benar terjadi di Haiti, suatu negara di Kepulauan Karibia. Ya, istilah zombie dimulai dari sini. Tapi entah siapa yang menyebarkannya menjadi sosok seperti sekarang.
Beginilah runtutnya awal penemuan zombie di Haiti...
nih, yang sempat terpublikasi |
Awal Penelitian
Pada tahun 1962 di Haiti. Seorang pria yang bernama Clairivius Narcisse dijual kepada salah satu Dukun Voodoo oleh saudara laki2-nya, karena Clairvius menolak menjual bagian warisannya berupa tanah keluarga. Segera saja Clairvius dibuat meninggal dan dikuburkan. Namun sebenarnya ia tidak benar-benar mati, melainkan dibangkitkan kembali dan dijadikan zombie untuk diperkejakan di perkebunan tebu bersama para pekerja zombie lainnya.
Pada tahun 1964, setelah pemilik zombie tersebut meninggal, para zombie-zombie itu akhirnya menyebar dan mengembara melintasi pulau dalam keadaan "linglung" selama kurang lebih 16 tahun lamanya sebelum mereka-mereka ini ditangkap.
Karena penasaran dengan kasus ini, Dr.Wade Davis, seorang ahli etnobiologi dari Harvard University datang ke haiti khusus untuk mengungkap kebenaran dibalik zombie. Dia mendapatkan bahwa praktek zombie ini banyak terjadi di Haiti, Karibia.
Pada tahun 1964, setelah pemilik zombie tersebut meninggal, para zombie-zombie itu akhirnya menyebar dan mengembara melintasi pulau dalam keadaan "linglung" selama kurang lebih 16 tahun lamanya sebelum mereka-mereka ini ditangkap.
Karena penasaran dengan kasus ini, Dr.Wade Davis, seorang ahli etnobiologi dari Harvard University datang ke haiti khusus untuk mengungkap kebenaran dibalik zombie. Dia mendapatkan bahwa praktek zombie ini banyak terjadi di Haiti, Karibia.
Ramuan dan Dukun Voodoo
Bagaimana cara mebuat orang menjadi zombie?? Cara membuat mereka mati adalah dengan memberikan sebuah ramuan yang disebut "bufo bufo bufo" (jadi intinya mereka ini tidak benar-benar mati, alias nyawanya masih ada). Ramuan ini merupakan campuran kulit katak beracun. Setelah diberikan ramuan ini beberapa menit kemudian para korban akan "terlihat" seperti mati, dengan napas dan detak jantung yang sangat lambat dan lemah.
Sesudah itu orang-orang yang melihatnya akan mengira ia telah mati dan segera dikuburkan. Tapi ingat, mereka ini belum benar-benar mati, hanya dukun-dukun voodoo yang menyebabkan mereka seperti itulah yang benar-benar mengetahui kondisi sebenarnya. Kemudian, setelah ia dikubur oleh keluarganya, para dukun harus menunggu terlebih dahulu selama kira-kira beberapa jam untuk menggali dan kemudian mengambil jasadnya (tapi jangan terlalu lama karena mereka bisa mati beneran karena sesak napas didalam sana).
Setelah "diselamatkan" oleh sang dukun, mereka dipaksa memakan sejenis pasta yang terbuat dari datura (rumput jimsons). Karena datura ini sifatnya memutus hubungan pikiran dengan realitas, dan kemudian menghancurkan seluruh ingatan yang ada. Setelah mengkonsumsi itu mereka akan kebingungan, tidak tahu ini hari apa, dimana mereka berada, bahkan dirinya sendiri ia tidak tahu.
Zombie-zombie ini biasa dijual ke perkebunan tebu sebagai budak pekerja. Jadi, jelaskan, zombie ini tidak seperti yang digambarkan di film-film atau di komik?? Lalu, ini penjelasan ilmiahnya...
Sesudah itu orang-orang yang melihatnya akan mengira ia telah mati dan segera dikuburkan. Tapi ingat, mereka ini belum benar-benar mati, hanya dukun-dukun voodoo yang menyebabkan mereka seperti itulah yang benar-benar mengetahui kondisi sebenarnya. Kemudian, setelah ia dikubur oleh keluarganya, para dukun harus menunggu terlebih dahulu selama kira-kira beberapa jam untuk menggali dan kemudian mengambil jasadnya (tapi jangan terlalu lama karena mereka bisa mati beneran karena sesak napas didalam sana).
Setelah "diselamatkan" oleh sang dukun, mereka dipaksa memakan sejenis pasta yang terbuat dari datura (rumput jimsons). Karena datura ini sifatnya memutus hubungan pikiran dengan realitas, dan kemudian menghancurkan seluruh ingatan yang ada. Setelah mengkonsumsi itu mereka akan kebingungan, tidak tahu ini hari apa, dimana mereka berada, bahkan dirinya sendiri ia tidak tahu.
Zombie-zombie ini biasa dijual ke perkebunan tebu sebagai budak pekerja. Jadi, jelaskan, zombie ini tidak seperti yang digambarkan di film-film atau di komik?? Lalu, ini penjelasan ilmiahnya...
Penjelasan Ilmiah
Dukun-dukun voodoo menggunakan kulit katak bufo dan ikan pufer untuk menciptakan ramuan "bufo bufo bufo" yang dapat membuat seseorang menjadi zombie. Kulit katak jenis bufo itu sangat berbahaya, terdapat beberapa kandungan kimia yang bersifat racun mematikan di dalamnya, yaitu biogenetik amina, bufogenin (racun katak yang berbahaya), dan bufotoksin.
Sedangan ikan puffer dikenal di Jepang dengan nama Fugo. Racunnya disebut "tetrodotoksin" racun saraf yang mematikan. Efek penghilang rasa sakitnya 160.000 kali lebih kuat daripada kokain. Memakan ikan jenis ini bisa membuat "Kematian" karena kandungan racunnya. Di Jepang banyak orang-orang yang mati setelah menyantap ikan jenis ini. Pada umumnya toksin tersebut dengan cepat menurunkan suhu tubuh dan tekanan darah, selain itu dapat menyebabkan orang yang memakannya mengalami koma.
Tetrodotoxin (TTX) is a potent neurotoxin that shuts down electrical signaling in nerves by binding to the pores of sodium channel proteins in nerve cell membranes. Tetrodotoxin is not affected by cooking.[8] It does not cross the blood–brain barrier, leaving the victim fully conscious while paralyzing the muscles. In animal studies with mice, 8 μg tetrodotoxin per kg body weight killed 50% of the mice. The pufferfish itself is not susceptible to the poison because of a mutation in the protein sequence of its cells' sodium channel. (wikipedia)
Lalu datura adalah sejenis rumput jimson (nama latinnya brugmansia candida), tumbuhan ini mengandung bahan kimia atropin, hyoskiamin dan skopolamin yang apabila dikonsumsi akan menyebabkan kita kehilangan ingatan. Bahkan jika mengkonsumsinya telalu banyak kelumpuhan dan kematian akan mendatangi kita. Orang yang memberi bahan kimia diatas haruslah cukup terampil, harus bisa memperkirakan takaran secukupnya pada manusia yang mau dijadikan zombie supaya nantinya tidak mati beneran.
Sedangan ikan puffer dikenal di Jepang dengan nama Fugo. Racunnya disebut "tetrodotoksin" racun saraf yang mematikan. Efek penghilang rasa sakitnya 160.000 kali lebih kuat daripada kokain. Memakan ikan jenis ini bisa membuat "Kematian" karena kandungan racunnya. Di Jepang banyak orang-orang yang mati setelah menyantap ikan jenis ini. Pada umumnya toksin tersebut dengan cepat menurunkan suhu tubuh dan tekanan darah, selain itu dapat menyebabkan orang yang memakannya mengalami koma.
Tetrodotoxin (TTX) is a potent neurotoxin that shuts down electrical signaling in nerves by binding to the pores of sodium channel proteins in nerve cell membranes. Tetrodotoxin is not affected by cooking.[8] It does not cross the blood–brain barrier, leaving the victim fully conscious while paralyzing the muscles. In animal studies with mice, 8 μg tetrodotoxin per kg body weight killed 50% of the mice. The pufferfish itself is not susceptible to the poison because of a mutation in the protein sequence of its cells' sodium channel. (wikipedia)
Lalu datura adalah sejenis rumput jimson (nama latinnya brugmansia candida), tumbuhan ini mengandung bahan kimia atropin, hyoskiamin dan skopolamin yang apabila dikonsumsi akan menyebabkan kita kehilangan ingatan. Bahkan jika mengkonsumsinya telalu banyak kelumpuhan dan kematian akan mendatangi kita. Orang yang memberi bahan kimia diatas haruslah cukup terampil, harus bisa memperkirakan takaran secukupnya pada manusia yang mau dijadikan zombie supaya nantinya tidak mati beneran.
Sudah jelas kan, tentang yang namanya zombie? Tapi ada satu hal yang belum pasti, bagaimana caranya dukun voodoo itu menghitung takaran yang tepat bagi calon korban? Kemungkinan besar berdasarkan "pengalaman" bertahun-tahun dari keluarga dukun,,hmm... Lalu apakah penggunaan manusia secara tidak manusiawi ini yang meyebabkan bencana gempa Haiti beberapa waktu lalu? Hehe...just kidding.. :D
______________________________________________________________________________________
Davis was born in West Vancouver, British Columbia, Canada and grew up in Pointe Claire, Quebec. He attended Lower Canada College and later, when his family moved back to British Columbia, Brentwood College School. He received degrees in Biology and Anthropology as well as a Ph.D. in Ethnobotany, all from Harvard University. Mostly through the Harvard Botanical Museum, he spent more than three years in the Amazon Basin and Andes as a plant explorer, living among 15 indigenous groups in eight Latin American nations while making some 6,000 botanical collections. Davis's work later took him to Haiti to investigate folk preparations implicated in the creation of zombies, an assignment that led to his writing The Serpent and the Rainbow (1985), and Passage of Darkness (1988). The first was an international best-seller, which appeared in 10 languages and was later adapted by Universal Studios into a 1988 horror film that Davis despises.[2] The second reprints material from the first, and is primarily about the theories of how zombies are made, while the first is the story of the investigation. He is author of eight other books, including One River, in which he follows in the footsteps of his mentor, Harvard ethnobotanist Dr. Richard Evans Schultes.
In 1983, Davis first advanced his hypothesis that tetrodotoxin (TTX) poisoning could explain the existence of Haitian zombies. This idea has been controversial and his popular 1985 follow up book (The Serpent and the Rainbow) elaborating upon this claim has been criticized for a number of scientific inaccuracies. One of these is the suggestion that Haitian witchdoctors can keep “zombies” in a state of pharmacologically induced trance for many years. As part of his Haitian investigations, Davis commissioned a grave robbery of a recently buried child. (Dead human tissue is supposed to be a part of the “zombie powder” used by witchdoctors to produce zombies.) This has been criticized in the professional literature as a breach of ethics.
The strictly scientific criticism of Davis’ zombie project has focused on the claims about the chemical composition of the “zombie powder”. Several samples of the powder were analyzed for TTX levels by experts in 1986. They reported that only “insignificant traces of tetrodotoxin [were found] in the samples of ‘zombie powder’ which were supplied for analysis by Davis” and that “it can be concluded that the widely circulated claim in the lay press to the effect that tetrodotoxin is the causal agent in the initial zombification process is without factual foundation”. Davis’ claims were subsequently defended by other scientists doing further analyses and these findings were criticized in turn for poor methodology and technique by the original skeptics. Aside from the question of whether or not “zombie powder” contains significant amounts of TTX, the underlying concept of “tetrodotoxin zombification” has also been questioned more directly on a physiological basis. TTX, which blocks sodium channels on the neural membrane, produces numbness, slurred speech, and possibly paralysis or even respiratory failure and death in severe cases. As an isolated pharmacological agent, it is not known to produce the trance-like or “mental slave” state typical of zombies in Haitian mythology, or Davis’ descriptions, although one might consider the effects of set and setting in combination with the drug.
His work later took him to Haiti to investigate folk preparations implicated in the creation of zombies, an assignment that led to his writing Passage of Darkness (1988) and The Serpent and the Rainbow (1986), an international best seller that appeared in ten languages and was later released by Universal as a motion picture.
His work later took him to Haiti to investigate folk preparations implicated in the creation of zombies, an assignment that led to his writing Passage of Darkness (1988) and The Serpent and the Rainbow (1986), an international best seller that appeared in ten languages and was later released by Universal as a motion picture.
sumber: wikipedia, national geographic
11 comments:
hmm, kalo ada api pasti ada asap. kalo ada mitos2 gitu, biasanya ada beneran. cuma mitos dibikin lebay. .
@Melis: hahaha...mungkin orang terlalu takut njuk berhalusinasi atau piye gitu mbuh juga...
tapi ini akhirnya ada penjelasan ilmiahnya.. :D
apik mas :D
@aji: siap, btw jarene pulsa modem entek?
hem, zombie.
itu serasa pelanggaran HAM selanggar2nya.
jahat banget.
kayake itu pas perang2 gitu ya?
boleh minta ramuannya? (devil) (evilsmirk)
@Yan: ho oh kuwi, memperalat,,, ngomong2 kuwi sing dadi zombie itungan amal-e piye yo? haha...
@fapud: ea ea,,,emang siapa yang mao tok perbudak pud?(evilsmirk)(evil_grin)
serem -,-
haha, iya tuh, jangan sampe kebawa mimpi deh...hhe...
dikasih makan nggak yah tu zombie. kan katanya masih ada nyawa nya.
BERKUNJUNG YA >>http://munsypedia.blogspot.com/
Post a Comment
tidak setuju? punya pendapat lain? ayo sampaikan pendapat Anda..
tinggal ketik, post comment! nggak pake verifikasi!